By : Satria Hadilubis
Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri bersama anak kecilnya berlari menuju ke skoci untuk menyelamatkan diri.
Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu
orang yang tersisa.
Segera sang suami melompat mendahului istrinya sambil membawa anaknya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum sekoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.
Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada
murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”
Sebagian besar murid-murid itu menjawab, “Aku benci kamu!” “Kamu egois!” “Nggak tau malu!”
Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang
murid yang diam saja. Guru itu meminta murid
yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.
Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”
Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.
Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera
meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”
Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.
Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.
Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.
Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.
Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.
Mereka yang minta maaf duluan setelah
bertengkar, mungkin bukan karena mereka
bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.
Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.
Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya...
Mari belajar melihat sesuatu bukan hanya dari kulitnya.